Kisah Pilu Sutardi, Mengabdi 18 Tahun Jadi Guru Honorer Cuman Digaji 300 Ribu Sampai Nyambi Jadi Kul

Reporter : Anif Fathul Amin
Jumat, 24 September 2021 10:03
Kisah Pilu Sutardi, Mengabdi 18 Tahun Jadi Guru Honorer Cuman Digaji 300 Ribu Sampai Nyambi Jadi Kul
Semua ini ia lakukan demi hidupi keluarganya di rumah.

Guru sering disebut sebagai 'pahlawan tanpa tanda jasa'. Meski begitu, masih banyak guru yang menerima upah tak layak. Padahal, ia sudah mengabdi berpuluh-puluh tahun lamanya mencetak generasi muda menjadi orang-orang hebat.

Inilah yang dialami oelah Sutardi. Seorang guru honorer di Kampung Legok Ngenang, Desa Ciroyom, Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

1 dari 6 halaman

Dilansir dari laman Kompas.com, Sutardi sehati-hari menjadi guru di Sekolah Dasar Nnegeri Timuhegar. Sadar penghasilannya tak seberapa, Sutardi akhirnya memutuskan untuk mengikuti seleski PPPK di Kota Tasikmalaya.

Namun, usia yang dua tahun lagi masuk masa pensiun, dinilai tak sebanding dengan 18 tahun pengabdiannya sebagai guru honorer.

2 dari 6 halaman

Kisah Pak Sutardi © Diadona

Sutardi sudah mulai mengajar sebagai guru honorer di sekolah tersebut sejak usianya 40 tahun pada 2003 silam. Dari tahun 2003 hingga sekarang, Sutardi hanya mendapatkan upah Rp.150.000 hingga Rp.300.000 per bulan dari uang BOS yang disisihkan.

Gaji yang tak seberapa tersbut membuatnya harus memutar otak kembali untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Selain menjadi guru, Sutardi akhirnya menyambi sebagai tukang jahit, tukang cukurr, hingga kuli cangkul sawah di kampungnya itu.

3 dari 6 halaman

Kisah Pak Sutardi © Diadona

Mungkin, hatinya sudah sangat tulus mengajar dan memberikan ilmu pada muridnya. Meski dengan honor yang tak seberapa itu, Sutardi tetap semangat mengajar.

" Saya hanya berharap semua yang saya lakukan akan dibalas oleh Allah SWT nantinya. Saya menabung untuk masa kekal nanti saja, Pak," jelas Sutardi dikutip dari laman Kompas.com.

4 dari 6 halaman

Kisah Pak Sutardi © Diadona

Bbukan tanpa halangan dan rintangan, perjuangannya mengajar di sekolah pun ta kalah berat. Setiap hari, ia harus berangkat dari pagi buta karena perjalanan yang ia tempuh berajak 10 kilometer.

Belum lagi kalau motornya harus mogok atau rantainya putus. Membuat perjalanannya jadi makin susah.

" Selama 18 tahun saya selalu berangkat selesai shalat Subuh dari rumah menuju sekolah. Jaraknya ada 10 kilometer lebih dari rumah saya. Jalannya rusak parah. Iya, kendalanya banyak, putus rantai motor, mogok, terperosok, sampai dibantu didorong oleh muridnya pernah," ungkap Sutardi sembari tersenyum mengenang perjuangannya mengajar.

5 dari 6 halaman

Sutardi berharap diberikan kemudahan saat dirinya mendapatkan kesempatan ikut seleksi PPPK bersama 3.614 guru lainnya se-Kabupaten Tasikmalaya.

Adapun jatah kuota yang dimiliki oleh Kabupaten Tasikmalaya dalam proses penerimaan PPPK tahun ini hanya 984 orang. Belum lagi saat seleksi, Sutardi harus bersaing dengan ribuan guru honorer muda usia di bawahnya.

6 dari 6 halaman

Sutardi berharap guru honorer yang sudah tua, bisa langsung diberikan SK PPPK agar hidupnya lebih terjamin dan tak usah ikut seleksi seperti pada umumnya.

" Seharusnya guru tua bisa langsung diberikan SK-PPPK dan tidak usah melakukan seleksi karena pikiran maupun tenaga berbeda dengan yang muda," ucap Sutardi.

Beri Komentar