Pio Kharisma, Berpaling dari Radio Hingga Akhirnya Jatuh Cinta dengan Fotografi

Reporter : Anif Fathul Amin
Minggu, 27 Desember 2020 16:03
Pio Kharisma, Berpaling dari Radio Hingga Akhirnya Jatuh Cinta dengan Fotografi
"ÒIf the photographer is interested in the people in front of his lens,and if he is compassionate, it already a lot. The instrument is not the camera but the photographer" - Eva Arnold

Pernyataan di atas dilontarkan Eve Arnold, jurnalis foto legendaris yang juga fotografer aktris Marilyn Monroe. Ia memang dikenal sebagai juru foto yang ramah dan dekat dengan banyak orang. Nggak cuman dari objek fotonya, tapi juga orang-orang lain di sekitarnya. Dua hal inilah yang menurutnya penting sebagai kreativitas seorang fotografer.

Begitu pula kesan yang kira-kira tertangkap dari Pio Kharisma. Sejak awal berkenalan dengannya, langsung terasa kalau ia adalah seorang yang humble, terbuka, dan tidak mengambil jarak dengan siapapun. Hal yang mungkin bisa kita tebak juga dari foto-fotonya yang menonjolkan elemen senada dengan Eve Arnold, yaitu manusia.

Coba saja cek galeri fotonya di akun Instagram @piokharisma, kita bisa melihat tingkah, ekspresi, dan aksi banyak orang di sana, terutama orang-orang yang beraksi di atas panggung. Deretan fotonya ibarat cerita spontan dan apa adanya. Hal yang nggak mudah untuk dilakukan, mengingat fotografi panggung punya tantangan teknis tersendiri, dan perlu banyak jam terbang. Belum lagi caranya mendekatkan diri dan memahami karakteristik objek fotonya.

Dalam sebuah kesempatan, kami berhasil mewawancarai Pio untuk mengenal lebih jauh bagaimana kariernya bisa sampai di titik sekarang. Penasaran? Check this out!

1 dari 15 halaman

Menjadi Fotografer Gak Semudah Pencet Tombol Shutter.

Melihat dunia fotografi yang makin hari makin maju dengan segala upgrade equipmentnya, membuatnya jadi salah satu hobi atau bahkan profesi yang cukup diminati oleh sebagian orang.

Apalagi, sekarang adalah eranya visual. Di mana orang akan lebih suka melihat tontonan visual yang eyegasm dan menarik untuk dilihat. Namun, ternyata jalan menjadi fotografer nggak cuman karena punya kamera yang bagus. Asal jepret dan langsung jadi.

Menurut Pio, nggak semua orang yang jago menjepret momen tertentu lalu bisa dikatakan fotografer. Skill dan intuisinya dalam meramu foto, juga harus bisa menghasilkan uang.

" Kalau menurut aku sih, nggak sesederhana itu. Kayak gini deh, orang bisa naik motor gebut di jalan belum tentu kan kamu bisa jadi pembalap Motogp gitu kan. Semua orang mungkin bisa motret, punya handphone tinggal jepret. Tapi akhirnya. ujung-ujungnya adalah, apakah dia bisa hidup dari situ? Nah, itu yang belum tentu. Jadi nggak cuman punya alat terus bisa jadi fotografer ya" Ujarnya.

2 dari 15 halaman

Jadi Fotografer untuk Balikin Modal

Pio Kharisma © Diadona

Sebagai salah satu fotografer yang cukup banyak dikenal, Pio Kharisma ternyata punya path yang unik dalam mencapai kariernya yang sekarang. Sebelum seperti sekarang, dia ternyata adalah seorang yang belum pernah sama sekali memegang kamera dan mengenal dunia fotografi lho.

" Awalnya aku tuh dulu siaran di Puspita FM di Surabaya. Terus aku tuh nggak tau sama sekali tentang fotografi. Sama sekali. Nggak pernah pegang kamera juga. Dan tahun 2009 pertama kali beli DSLR, belum memutuskan jadi fotografer tuh" Ucapnya.

Lambat laun, taste meotretnya kian berkembang dan menjadi mahir. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk menghabiskan semua uang yang ia punya demi membeli salah satu kamera terbaik di tahun 2010. Dan yap, karena the power of kepepet dan butuh uang untuk balikin tabungannya yang habis buat beli kamera itu, fotografer panggung komedian Pandji Pragiwaksono ini akhirnya memutuskan untuk mulai menggeluti dunia fotografi.

" Sampai akhirnya di bulan Februari atau Maret 2010, nekat beli kamera yang cukup mahal saat itu, mengahbiskan semua uang yang aku punya untuk membeli 7D. Dari situ aku bertekad kayak aku musti balikin duit tadi, dan satu-satunya cara untuk hasilin duit ya jadi fotografer" Pungka Pio.

 

3 dari 15 halaman

Tuhan sepertinya menakdrikan Pio menjadi orang yang berkutat dengan lensa, ISO, brightness, dan lainnya. Pada satu momen, ia kemudian gaau apakah akan mengambil jalan hidup sebagai fotografi atau nggak. Dan Tuhan memberikan jawaban atas kegalauan Pio lewat hati nuraninya.

" Sejak saat itu aku jadi fotografer ikut-ikut temenku gitu. Samapi ditawari salah satu agency untuk jadi brand manager agencynya dia yang di Bandung. Tapi ditengah training aku kayak galau, aku minta sama Tuhan, aku minta petunjuk mana yang harus aku pilih. Singkat kata, aku memutuskan untuk jadi fotografer dan memotret event, panggung, apapun yang bisa aku foto" Jawabnya.

4 dari 15 halaman

Nggak Nyangka Akan Jadi Fotografer

Pio Kharisma © Diadona

Hidup memang mengajarkan kita untuk menerima apa yang Tuhan berikan. Mungkin, itu juga yang dirasakan oleh Pio. Pio yang awalnya begitu jatuh cinta pada dunia siaran dan radio, justru akhirnya melabuhkan hatinya pada dunia fotografi. Dunia yang nggak pernah sama sekali terlintas di benak pikirannya.

" Nggak pernah kepikiran. Dulu itu, di kepalaku tuh cuman aku dikenal sebagai partner crew radio. Aku miikirnya akan sukses di radio itu. Dulu tuh malah mikirnya, aku nggak akan hidup tanpa radio, tapi buktinya justru malah lebih baik" Kata pria yang kini menjadi bagian dari Climax Photohouse.

5 dari 15 halaman

Buat Pio, menjalani hidup sebagai fotografer nggak membuatnya lupa tujuan hidup. Justru karena hidup di dunia kreatif seperti dunia fotografi, ia ingin hidupnya meninggalkan legacy pada setiap hati orang yang ditemuinya. Tentu, lewat karya-kryanya yang epic!

" Aku tuh terinspirasi Glenn Fredly. Maksudnya dalam kesenian di dunia musik semua orang mengenal dia. Jadi gimana caranya dalam hidup ini kamu bisa melakukan apapun itu, supaya ketika kamu nanti nggak ada, legacy yang selama ini kamu bangun akan tetap ada. Karena kita udah memberikan dampak positif ke orang-orang sekitar kita" Jawabnya.

6 dari 15 halaman

Mengajak Orang Berbagi Cerita Lewa Tagar #SetorFotoPio

      View this post on Instagram      

A post shared by Pio Kharismayongha (@piokharisma)

 

Selain sebagai salah satu bagian dari Climax Photography, Pio juga sering aktif di sosial Media. Lebih-lebih di Twitter. Ia sering membagikan potret fotonya dengan tagar #SetorFotoPio. Namun ternyata, nggak cuman buat ajang sharing foto yang bagus. Tapi ia juga menyelipkan tujuan agar semua orang yang suka mengcapture momen, bisa saling berbagi kesenangan.

"Aku pengen orang yang punya handphone ngerasa pd, bahwa fotoku ini bisa diapresiasi oleh banyak orang. Intinya tuh kan orang suka dipuji. Kalau kamu melakukan sesuatu walaupu sekecil apapun, terus kamu dipuji itu akan jadi candu dan jadi semangat buat melakukan hal itu lagi"

 

 

7 dari 15 halaman

Menurutnya, di zaman yang banyak sekali muncul perdebatan panas, handphone bisa juga dijadikan sebagai media menyenangkan orang lain sekaligus memberikan wadah berbagai keindahan Indonesia.

" Handphone itu punya kamera yang bagus yang bisa kamu pakai buat nyenengin orang lain. Jadi selain untuk mengencourage orang untuk berani motret tapi juga untuk ngasih tahu bahwa keindahan alam indonesia yang begitu indah" Tuturnya.

8 dari 15 halaman

Pengalaman Motret Paling Dikenang

      View this post on Instagram      

A post shared by Pio Kharismayongha (@piokharisma)

 

Sebagai seorang fotografer yang sudah berkarir sejak 2010 silam, tentu Pio punya banyak sekali pengalaman motret yang mungkin akan selalu dikenang dalam ingatannya. 11 Tahun berkarya, membuatnya bisa kerjasama dengan orang-orang hebat seperti Pandji Pragiwaksono, Ernest Prakasa, sampai Fajar Nugros.

"Banyak sih, pengalaman motret yang berkesan. Salah satunya adalah motret panggungnya The Dance Company. Karena udah ngasih kesempatan buat fotografer yang siapa sih elu. Terus juga motret stand up. Motret stand up itu sebenarny jadi hal yang nggak diseriusi banget tapi ternyata bisa mmembawa aku hingga di titik sekarang. Dan akhrnya bisa world tour sama Pandji, bisa keliling Indonesia sama Ernest, bisa kenalan sama sutaradara Fajar Nugros" Katanya.

9 dari 15 halaman

Memotret Emosi Manusia adalah Therapy

Buat fotografer behind the scene film Jakarta Undercover ini, memotret manusia adalah hal paling menyenangkan. Menurutnya, jenis fotografi human interest ini punya ruang tersendiri buat hatinya. Alasannya adalah karena manusia punya emosi yang menarik.

 

" Yang paling menyenangkan adalah 3 yang pasti ya. Motret still foto buat film, sama step fotografi, sama motret orang ya. Tapi yang paling aku senengin adalah motret manusia. Apapun yang ada manusianya, aku sangat menikmati itu. Kayak ada smosu yang pengen direkam gitu. Itu yang sangat menarik ya" Tuturnya.

Saking senangnya dengan memotret manusia, ia menganggap hal itu bisa jadi therapynya melepas penat lho!

" Kalau buat aku itu tuh jadi semacam therapy. Kayak bosen motret ini itu, ada masalah, aku akan keluar bawa handphone doang dan motret aja di jalan dan jadi stress release" Pungkas fans dari tim AC Milan ini.

10 dari 15 halaman

Membuat Orang Jadi Percaya

Pio Kharisma © Diadona

Baginya, tantangan terberat saat sudah terjun menjadi fotografer adalah membuat orang bisa percaya hasil foto kita akan jadi bagus. Orang bisa berpikir ulang kalau harga sewa fotografer A ternyata lebih mahal dari fotografer B. Namun, kalau ada orang yang rela membayar berapapun demi hasil foto terbaik, berarti ia sudah jadi fotografer yang dipercaya orang tersebut.

" Tantangan terberat adalah membuat orang percaya hasil fotografi kita hasilnya pasti bagus. Meyakinkan orang bahwa dia nggak salah pilih. Karena kompetisi di dunia fotografi tuh ketat banget. Jadi sebenarnya yang paling berat adalah mengembagkan diri sendiri dan membuat orang jadi percaya" Jawabnya dengan penuh keyakinan.

11 dari 15 halaman

Jangan Cepat Puas!

Buat fotografer sekelas Pio yang namanya sudah melambung, nggak cepat merasa puas jadi kunci konistensi. Pesan ini juga ia sampaikan buat kita-kita yang sedang menggandrungi dunia lensa dan seisinya.

" Melawan diri sendiri. Saya merasa harus selalu lebih banyak belajar, lagi dan lagi. Yang perlu diakui, seringkali ada rasa cukup puas muncul, dan hal itu ibarat tumor ganas yang akan membunuh saya perlahan, kalau tidak bisa saya kalahkan. Jadi jangan pernah merasa puas" Ucapnya.

12 dari 15 halaman

Apakah Punya Equipment Kamera Bagus akan Jadi Fotografer yang Bagus Juga?

Yang terpenting dari memotret menurutnya adalah kepekaan dan taste seseoarang dalam membuat cerita menarik yang bisa menjadi magnet perhatian orang lain.

" Jadi nggak ada korelasinya. Kamu punya handphone 3 jutaan, tapi kamu bisa bikin foto dengan komposisi yang bagus dan membuat cerita yang menarik dari situ. Orang nggak akan ragu buat ngasih assigment. Iru makanya aku bisa bilang bahwa, foto itu bukan masalah kamu pakai alat apa, tapi seberapa seneng kamu mengcapture sesuatu yang ada di sekitar kamu dengan sudut pandang yang berbeda dan perspective yang berbeda" Pio memaparkan.

Pio Kharisma © Diadona

Yang juga harus diperhatikan dalam memotret adalah kejelian kita dalam menangkap momen. Kita harus pandai-pandai melatih kepekaan mata kita supaya bisa melihat momen dari sisi yang berbeda.

" Dan sebenernya tuh nggak cuman ke skill aja sih, tapi lebih ke kepekaan mata. Nah ini yang sulit dilatih. Jadi yang paling penting adalah matanya tuh bisa melihat perspective seperti apa"

13 dari 15 halaman

Pernah Nyobain Handphone Harga 1 Jutaan

Setelah sudah sementereng sekarang, Pria asli Malang ini menuturkan prosesnya dalam dunia fotografi. Ia menceritakan bahwa pernah juga pakai handphone 1 jutaan buat daily acitivity dan memotret lho.

" Ya pernah banget. Aku itu udah pernah make android itu dari jaman Smartfren dengan harga 1 jutaan, lenovo pernah, pakek Asus 2 kali, pakek Xiaomi 2 kali, pakek Nokia Lumia juga. Hampir semua kamera handphone itu udah pernah gitu" Jawab pria yag aktif di sosial media lewat tegar @SetorFotoPio ini.

14 dari 15 halaman

Apakah Kamera Handphone Bisa Menyaingi Kamera SLR?

Perkembangan dunia digital yang begitu pesat membuat gadget juga jadi makin maju. Kamera handphone zaman sekarang yang rata-rata punya sensor canggih, jadi salah satu sisi penting gadget. Namun, apakah kamera tercanggih handphone saat ini bisa menyaingi kamera SLR atau mirrorless? Unutk hal ini Pio berpendapat kamera handphone zaman sekarang masih belum bisa menyamai kamera SLR / mirrorless dilihat dari berbagai sisi.

" Sepertinya masih belum ya. Untuk sekarang ini sebenarnya kamera-kamera itu tuh hanya untuk rekreatif. Dalam momen tertentu yang kayak misalnya motret malem di atas panggung yang momennya cepet tuh kamera hp masih belum bisa. Belum lagi masalah sensor, hp yang shaking dan masih banyak sisi lainnya. Mungkin 10 tahun lagi mungkin bisa, tapi kalau buat sekrang sih kayaknya nggak bisa" Paparnya.

15 dari 15 halaman

Pio Kharisma kemudian menutup wawancara ini dengan sebuah quote yang cukup menarik. Ia berpesan agar nggak perlu insecure sama kekurangan yang kita punya. Harusnya kita bisa alihkan kekurangan itu, jadi media untuk lebih menonjolkan kelebihan yang ada.

" Jangan terlalu fokus dengan kekurangan kamu. Jadi kekurangan itu untuk dipahami supaya kamu bisa lebih fokus untuk menunjukan kelebihan"
Pio Kharisma

Pada akhirnya, percakapan panjang dengan Pio Kharisma tadi menyiratkan kita sebuah pesan. Bahwa, kita nggak akan pernah tahu akan jadi apa nantinya, tapi yang terpenting dari itu adalah bisa menyenangkan dan bermanfaat untuk orang-orang di sekitar kita. Sukses terus untuk karier ke depannya ya! 

Beri Komentar